Rabu, 21 Oktober 2009

Choice Plus, Meski Terpuruk Tak Ingin Pindah Haluan

Tidak keliru Dicky Sumarsono yang mengawali bisnisnya sebagai jasa konsultan ikut ‘memperaktikkan’ teorinya dengan mengenalkan beberapa brand produknya seperti Donutboyz, The Bizztro dan Mama’s Nasgor dan Redgrill Steak & Shakes. Kini outletnya tersebar belasan kota di tanah air.

Jangan coba-coba terjun ke bisnis yang sama sekali tidak dikuasai, karena pertaruhannya sangat besar. Bagitu ‘petuah’ dari sejumlah pakar bisnis. Bisa jadi usaha keras yang telah dirintis menjadi sia-sia. Bisnis tumbang modal pun melayang. Pasti, siapa pun tidak tak ingin mengalami nasib naas seperti itu. Meski begitu, petuah tadi bukan dimaksudkan untuk melemahkan mental melainkan agar calon pengusaha ini lebih jeli dalam memetakan sektor bisnis yang tepat untuk dijalankan.

Banyak cara yang bisa dilakukan agar terhindar dari lubang ketidakberuntungan itu. Salah satunya fokus pada bisnis yang ditekuni. Seperti Dicky Sumarsono, pemilik PT. Choice Plus Indonesia, yang sama sekali tidak tergoda untuk pindah haluan. “Saya tetap disini. Karena bidang saya Perhotalan dan Restaurant,” ujar Dicky ketika ditanya kemungkinannya untuk banting stir.

Padahal Dicky yang mengawali usahanya sebagai konsultan hotel dan restaurant dengan bendera Choice Plus Indonesia ini merasakan bagaimana dahsyatnya dampak krisis moneter 1998. Ketika itu sebagian besar sektor lumpuh termasuk perbankan yang menjadi urat nadi perekonomian nasional. Imbasnya, banyak perusahaan limbung akibat daya beli masyarakat yang terus menurun. Tak terkecuali Choice Plus yang sempat mengalami sepi order. “Saya tidak sempat menghitung berapa tepatnya penurunan omzet yang terjadi,” kata Dicky.

Meski dihantam begitu keras, Choice Plus masih bisa bertahan. Bahkan lambat laun terus berkembang. Sampai akhirnya Dicky memutuskan untuk melakukan pengembangan usaha dengan memperkenalkan konsel waralaba unttuk beberapa brand miliknya. Antara lain Donutboyz, The Bizztro dan Mama’s Nasgor dan Redgrill Steak & Shakes. Pemilihan usaha tersebut, seperti dijelaskan, lantaran kebutuhan orang akan bisnis hotel, restaurant, lounge, coffee shop masih sangat banyak. Sementara tingkat persaingan ketika itu masih termasuk rendah.

“Modal kita 100% hanya otak dan komitmen. Kita memutuskan untuk mengembangkan bisnis franchise karena hampir di seluruh dunia sedang menjadi trend,” tambah jebolan Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti angkatan 1991 ini. Uniknya, di Indonesia saat itu justru hanya ada franchise yang berasal dari luar negeri. Sementara beberapa franchise lokal yang produknya tak kalah unik dan kreatif ternyata masih dipandang sebelah mata.

Sebenarnya tidak mengherankan jika akhirnya muncul pandangan seperti itu. Karena dikalangan pengusaha pun konsep franchise atau waralaba masih tergolong baru. Bahkan mereka khawatir, jika kelak konsep usahanya bakal ditiru sehingga penjualannya akan merosot. Pola pikir semacam itu justru memberi peluang pada Dicky untuk mulai mem-franchisekan produknya dan bersaing dengan franchise asing lainnya.

Gambaran tentang prosuk yang difranchisekan, diantaranya: Donutboyz yaitu dengan konsep bakery shop atau cafe yg menjual donut kentang, roti, kopi & coklat. The Bizztro Dining & Coffee mengusung konsep coffee shop yg menjual beraneka ragam jenis kopi, coklat, ice blend, smoothies, pasta & asian fusion food. Sedangkan Mama's Nasgor menggunakan konsep restaurant santai & casual yg menjual lebih dari 50 macam nasi goreng, snack & chinese food. Sementara layanan lainnya berupa bidang jasa set up, konsultan dan pembuatan hotel, resto, lounge dan coffee shop. Ada juga jasa paket training program dan pembuatan standard operating procedure.

Krisis 1998 bukanlah satu-satunya yang menghadang laju bisnisnya. Pada tahun 2004 bertepatan dengan digelarnya masa pemilu, omzetnya juga sempat mengalami penurunan. “Masa pemilu yang sangat panjang, hampir 1 tahun lamanya, omzet kita turun karena semua anggaran terfokus untuk pemilu atau kegiatan kampanye,” tambah Dicky. Tapi tidak berlangsung lama karena setahun berikutnya usahanya kembali bangkit.

Dari empat merek yang diwaralabakan, menurut Dicky, Donutboyz mendapatkan respon paling tinggi oleh konsumen. Ada beberapa alasan yang mendasari, yakni pertama, bisnis ini lebih mudah dalam hal pengoperasiannya. Kedua, donut bukan termasuk produk trend yang sewaktu-waktu booming dan sebentar hilang. Tapi sudah merupakan sebuah kebutuhan. Ketiga, makanan ini disukai disegala usia dari anak-anak hingga orang dewasa. “Bermunculannya donut lokal seperti J.Co dan beberapa merek lainnya ikut mendongkrak citra makanan ini sehingga makin banyak yang mengkonsumsi,” papar Dicky yang ikut merasakan dampak positif dari ramainya franchise donut di tanah air.

Dicky mengawali usaha Donutboyz dengan membuka outlet pertamanya tahun 2005 di Solo. Sambutannya cukup positif, dimana BEP hanya dicapai dalam kurun waktu 10 bulan. Baru setahun kemudian, konsep franchise DOnutboyz mulai diperkenalkan. Kini setelah diwaralabakan jumlah outletnya berkembang menjadi 122 buah yang tersebar di 14 kota di Indonesia.

Bagi yang tertarik ada tiga macam konsep franchise DoNutboyz yang ditawarkan dengan investasi yang berbeda. Konsep Bakery Shop misalnya, dibanderol dengan harga Rp160 juta, konsep Café sedikit lebih mahal yaitu Rp250 juta. Sedangkan yang ingin memiliki master area franchise atau yang menguasai untuk satu kota tertentu calon franchisee harus merogoh kocek sebanyak Rp350 juta.

Dengan melihat patokan harga yang ditawarkan tampak bahwa Dicky membidik pengusaha kalangan menengah. Khususnya pengusaha di daerah-daerah seperti Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Melihat kondisi perekonomian yang masih belum sepenuhnya menggeliat, Dicky tidak terlalu agresif dalam rencana pengembangan usahanya. Untuk tahun ini ia hanya menargetkan The Bizztro bertambah 3 outlet, Donutboyz 3 outlet dan Mama’s Nasgor bertambah 1 outlet.

Respon pasar yang diterima untuk beberapa merek yang diusungnya ternyata sangat positif. Tengok saja, dalam sebulan Donutboyz mampu menjual 20 ribu piece donut di seluruh Indonesia. The Bizztro Dining & Coffee sekitar 100kg coffee & chocolate per bulan atau sekitar 11.000 cangkir coffee & chocolate sebulan Sedangkan untuk jasa konsultan sekitar 12 proyek per tahun.

Dengan keberhasilan bisnis yang sekarang dicapai wajar jika Dicky memiliki obsesi dalam mengembangkan produknya. “Saya ingin sekali bisa membuka gerai Donutboyz atau The BizztroDining & Coffee di Singapura, Malaysia dan Australia,” ujar Dicky. Tak hanya itu, Choice Plus juga diharapkan bisa menjadi perusahaan konsultan hotel dan restaurant yang selalu dibutuhkan oleh para pengusaha di seluruh Indonesia. “Obsesi saya bisa masuk dalam 3 perusahaan konsultan terbesar di Indonesia dan memiliki gedung sendiri di Jakarta dan Solo ( Choice Plus Indonesia Tower ),” pungkas Dicky.


© 2009 Majalah Pengusaha - Peluang Usaha dan Solusinya

Tidak ada komentar:

JAM DINDING MUHAMMADIYAH   Size : Diameter 30 cm Warna Dasar Biru logo putih dan Dasar Hitam logo gold kuning Harga Rp 120.000